Friday, September 13, 2013

Beranda » » Wow, Kupas Tuntas Formasi 3 Bek Yang Kembali Dipopulerkan Oleh Juventus

Wow, Kupas Tuntas Formasi 3 Bek Yang Kembali Dipopulerkan Oleh Juventus


Kupas Tuntas Formasi 3 Bek Yang Kembali Dipopulerkan Oleh Juventus

[imagetag]

Dahulu, formasi 3 bek sejajar sempat digunakan Johan Cruyff untuk mendukung filosofi �total football� yang diajarkan kepadanya oleh Rinus Michels. Johan Cruyff menerapkan formasi 4-3-3 divariasikan dengan 3-4-3, dalam video yang saya lihat di youtube, Cruyff menjelaskan bagaimana pola 3 bek berjalan saat menyerang dan bertahan. Dan bagaimana penerapannya berjalan dilapangan tergantung kepada pemain yang diturunkan dengan gaya main yang berbeda-beda. Guardiola dulu ketika menangani Barcelona juga sempat menerapkan formasi 3-4-3 ketika tim dalam posisi tertinggal sebagai formasi alternatif. Melalui www.wikipedia.com saya membatasi formasi 3 bek sejajar dengan 3 formasi yang populer, yaitu formasi 3-4-3, 3-5-2 dan 3-6-1. Namun yang paling sering digunakan banyak tim Itali adalah formasi 3-5-2 yang juga sering menjadi 3-5-1-1 dengan satu penyerang dibelakang penyerang utama yang juga menjadi penyalur bola dari lini tengah ke depan. Formasi yang menjadi andalan Francesco Guidolin di Udinese menempatkan Muriel dibelakang Di Natale *alhasil Muriel banyak dilirik klub-klub besar Eropa karena penampilan memukaunya.

Kemudian, di sepakbola modern sekarang ini pola formasi yang menerapkan 3 bek sejajar kembali populer, terutama di Itali. Selain Guidolin di Udinese, Walter Mazzari yang mengembangkannya di Napoli merupakan penggemar formasi 3 bek sejajar dan secara konsisten, membawa Napoli bertarung di empat besar bahkan bertarung memperebutkan Scudetto musim lau (musim 2012-2013). Dan sekarang, Mazzari kembali menerapkannya di Inter menggantikan Stramaccioni yang gagal menangani Inter musim lalu. Satu lagi klub yang menerapkan 3 bek adalah Juventus yang dilatih oleh Antonio Conte yang juga ex pemain Juventus era 90an sebelum pensiun tahun 2004.

Lalu kenapa saya memilih Juventus untuk menjadi role model formasi 3 bek di sepakbola modern ini? Sesimpel saya bermain Call Of Duty, saya akan menjawab �karena Juventus dengan formasi andalan 3-5-2 berhasil memenangkan Scudetto dua musim berturut (2011-2012 dan 2012-2013)�. Sebuah fakta bahwa pola formasi yang diterapkan Conte berhasil di Itali namun belum teruji di kompetisi Eropa. Dan dalam artikel ini, saya akan menjabarkan bagaimana pola 3-5-2 Conte berjalan, juga sedikit preview sebelum Derby D�Italy melawan Inter yang juga menerapkan formasi 3 bek, maka dimulailah analisa taktik ini�.

#Part 1, Juventus Musim 2011-2012

Pada awal musim 2011-2012 Juventus mendatangkan Antonio Conte menggantikan Luigi Delneri setelah membawa Siena promosi ke Serie A, pada awalnya Conte mencoba untuk menerapkan 4-2-4 namun dengan berjalannya waktu, Conte menyadari pola yang tepat untuk timnya adalah menerapkan formasi 3 bek dalam formasi 3-5-2 memaksimalkan kemampuan tiap-tiap pemain yang dimilikinya. Antonio Conte dalam pengamatan saya sekilas mirip dengan Jurgen Klopp yang melatih Borussia Dortmund, vokal di lapangan saat mendampingi tim dan cerdas memaksimalkan pemain-pemain yang dimilikinya serta inovatif, penuh kreativitas dalam menerapkan formasi *dan hebatnya sebagai fans sepakbola saya selalu menikmati luapan ekspresi kedua pelatih tersebut, mungkinkah anda juga menikmatinya?.

Perbandingan diatas memang sedikit melenceng dari analisa taktik, saya hanya memberikan sedikit informasi bagaimana sosok Antonio Conte bagi yang belum mengenalnya, bukan kesubyetifan namun fakta yang terlihat. Kembali lagi, pada musim awal Conte di Juventus, dalam formasi 3-5-2 (gambar 1), pemain yang sering diturunkan adalah Buffon sebagai penjaga gawang utama diikuti 3 bek utama yang menjadi benteng utama di klub dan untuk negaranya, Itali. 3 bek tersebut adalah Chiellini, Bonucci, dan Barzagli yang kembali dipulangkan dari klub Jerman Wolsburg, diikuti 5 pemain ditengah yang juga menjadi �mesin� Juventus, dari bek sayap kiri �left wingback� Giaccherini, serta tiga gelandang sentral, Vidal, Pirlo dan Marchisio. Dan posisi right wingback yang ditempati oleh Litchsteiner, kemudian untuk dua pemain didepan yang ditempati bergantian antara Del Piero, Vucinic, Quaglirella dan Matri.

[imagetag]

Dan bagaimana formasi ini berjalan (3-5-2)? Pada dasarnya formasi ini akan berubah menjadi 5-3-1-1 saat bertahan, itupun dengan catatan bek sayap kanan dan kiri cepat membantu pertahanan dengan tidak terlalu maju kedepan. Dari segi komposisi pemain, Conte termasuk jeli saat memilih pemain, membeli hanya pemain-pemain yang dibutuhkan tim dan sesuai dengan taktik yang diterapkan. Dalam formasi yang sering diturunkan ini (gambar 1), sinergi yang dijalankan di barisan pertahanan sangat baik dengan catatan jumlah kebobolan yang hanya berjumlah 20 dan ini catatan terbaik di musim itu (sumber : Juventus.com). Baik Chiellini, Barzagli, dan Bonucci memiliki tipikal permainan yang serupa ala bek-bek Itali yang taktis dan tidak kenal kompromi bawaan Catenaccio. Disaat menyerang, satu atau dua diantara mereka akan maju saat tendangan bola mati namun saat bola dalam keadaan aktif, mereka hanya memajukan sedikit dari zona bertahan untuk mengantisipasi serangan balik lawan. Yang spesial dari 3 bek sejajar ini adalah kuatnya mereka saat bertahan apabila sudah diterapkan dengan baik dan saling memahami antar pemain bertahan, serta menjadi senjata rahasia ketika melakukan tendangan dari bola mati karena mereka bisa maju kedepan dan mencetak gol membantu tim ketika berada dalam kebuntuan.

Dan disaat bertahan mereka tidak sendiri karena mendapatkan bantuan dari pemain yang dijuluki King �Arturo� Vidal yang diberikan oleh Juventini *julukan fans Juventus hingga saat ini, nama yang merujuk pada kisah klasik King Arthur serta permainannya yang tidak kenal lelah, a box to box player yang tiba-tiba ada di kotak penalti lawan dan mencetak gol. Pembelian yang jeli dilakukan oleh Marotta karena harga dan kualitas Vidal sekarang melebihi harga ketika ia dibeli dari Bayer Leverkusen. Selain bertipe box to box, Vidal juga dianugerahi kemampuan mendribel serta tendangan jauh yang menjadikannya pemain komplet. Ditambah kemampuannya bermain di banyak posisi dan sesuai dengan pola permainan Conte yang banyak menerapkan pressing dan highly commitment effort untuk mengejar bola meskipun terkadang pemain merasa tidak dapat mengejarnya.

Bersamaan dengan Pirlo dan Marchisio menjaga kestabilan di lini tengah Juventus, khusus untuk Pirlo yang baru didatangkan dengan status free transfer dari Milan, meskipun pemain ini sudah berkepala tiga, namun kemampuannya tidak menurun dari segi kualitas. Sebagai deep playmaker di depan pertahanan, Pirlo sudah terbiasa dalam posisi ini saat sebelumnya bermain untuk AC Milan, metronom yang mengalirkan bola dengan umpan-umpan serta operan terukur yang seringkali dapat menjadi penentu suatu pertandingan. Selain menjadi metronom di lini tengah, Pirlo juga seringkali mencetak gol dari tendangan bebas yang menjadi spesialisasinya sejak dulu. Dalam formasi ini (gambar 1), Pirlo akan mengcover lini tengah jika Vidal dan Marchisio masuk melakukan penetrasi ke pertahanan lawan. Dan Marchisio yang dijuluki �New Tardelli� bermain dinamis saat bertahan maupun menyerang serta sama dengan tipikal Vidal yang bertipikal box to box yang dapat tiba-tiba muncul di kotak penalti saat menyerang, pemain ini juga berlabel untouchable untuk Juventus dan juga Juventini karena dianggap dapat menggantikan sosok kapten yang dahulu dipegang Del Piero.

Untuk bek sayap kanan dan kiri, disini menjadi perhatian khusus, karena sebagai pemain yang menempati bek sayap haruslah pemain yang pintar membaca situasi dalam menyerang maupun bertahan serta memiliki stamina yang kuat. Maggio merupakan salah satu contoh bek sayap kanan terbaik yang dimiliki Napoli dan terbaik dalam posisinya sebelum disaingi oleh Litchsteiner yang menempati bek sayap kanan Juventus. Di Juventus, Bek sayap kiri dan kana memiliki persamaan dalam melakukan serangan (pola serangan dapat diihat di gambar 1), terkadang melakukan umpan silang *dan ini jarang karena Juventus banyak membangun serangan dari tengah, dan sering masuk menusuk kotak penalti. Giacherrini yang tadinya pemain sayap ditranformasikan Conte menjadi pemain bek sayap kiri yang handal ditambah kemampuan dribel bolanya hingga ujungnya dipanggil untuk membela timnas oleh Cesare Prandelli. Dan Litchsteiner yang baru dibeli dari Lazio, setelah menempati posisi bek kanan, di Juventus Conte memaksimalkan potensinya untuk lebih sering juga melakukan tusukan ke kotak penalti dalam posisi bek sayap kanan yang ditempatinya. Saat bertahan (gambar 1.3), kedua pemain ini rajin untuk membantu pertahanan meskipun harus berlari mundur jika melakukan overlap *dan lagi seperti filosofi Conte �effort..effort and effort�.

[imagetag]

Di lini depan tugas dibagi menjadi dua antara penyerang bayangan dan penyerang utama. Untuk penyerang bayangan yang bergerak dibelakang penyerang utama biasa ditempati oleh Del Piero ataupun Vucinic yang baru didatangkan dari Roma. Pemain yang menempati posisi ini melakukan banyak pergerakan mencari bola untuk dibagi kepada penyerang utama atau bahkan membawanya sendiri ke depan. Baik Del Piero maupun Vucinic memiliki kemampuan dribel bola yang mumpuni sehinnga cocok bermain dibelakang penyerang utama meskipun keduanya juga dapat menjadi penyerang utama. Dan untuk penyerang utama, pemain yang diutamakan adalah pemain yang dapat menahan bola dan goal poacher yang dapat memanfaatkan setiap kesempatan menjadi gol *masih ingatkah kepada sosok David Trezeguet?, dalam hal ini Matri ataupun Quagliarella bergantian menjadi pilihan utama sebagai penyerang utama. Melalui www.zonalmarking.net saya mendapati bagaimana pola 3 bek Juventus berjalan melawan Napoli pada tanggal 1 April 2012 (gambar 1.1), bagaimana 3 pemain menyerang Napoli yang ditakuti, Hamsik, Cavani, dan Lavezzi dimatikan oleh 3 pemain bertahan Juventus.

Antonio Conte pada musim pertamanya ini bersama Juventus mengembalikan identitas permainan mereka yang lama hilang pasca jatuhnya mereka ke Serie B akibat skandal pengaturan skor, sekaligus menjadikannya klub Itali yang menyamai prestasi Arsenal yang tidak terkalahkan pada musim 2003-2004. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada pengguna formasi 3 bek lainnya seperti Mazzari dan Guidollin, namun Juventus pantas menjadi role model 3 bek sejajar karena selain berhasil menerapkannya dalam tim, juga membawa tim berprestasi. Serta musim 2011-2012 ini adalah awal keberhasilan Conte dalam memaksimalkan pemain yang sebagian besar baru didatangkan seperti Barzagli, Giacherrini, Vidal, Pirlo dan Litchsteiner.

#Part 2, Juventus Musim 2012-2013

Jika pada bagian pertama saya menjelaskan spesifik pemain-pemainnya, maka pada bagian kedua ini saya hanya akan menjelaskan sedikit perubahan yang didapat dari masuknya pemain-pemain baru serta keterlibatan Juventus di Eropa (liga Champion). Ya, setelah Juventus berhasil mendapatkan Scudetto musim sebelumnya, tantangan serta pertanyaan di musim ini adalah, �mampukah Juventus mempertahankan konsistensinya di Eropa bersamaan dengan kompetisi lokal?� dan jawabannya tidak untuk zona Eropa namun iya untuk kompetisi lokal, meskipun rekor tidak terkalahkan mereka terhenti.

[imagetag]

Pada musim ini perjalanan liga Champion Juventus bermula baik setelah melewati grup yang dihuni oleh juara bertahan liga champion, Chelse, Nordsjaelland, dan Shakhtar Donestk hingga membawa mereka ke perempat final menghadapi raksasa Jerman, Bayern Munchen. Dalam bagan yang saya buat ini (gambar 2) terlihat pola 3 bek sejajar Juventus tidak efektif dalam menghadapi formasi 4-2-3-1 Munchen yang juga banyak diterapkan oleh klub-klub peserta liga champion lainnya, juga taktik ini merupakan taktik dasar di sepakbola modern saat ini. Tidak efektif karena pressing tinggi yang dilakukan pemain Munchen dan keberhasilan �mematikan� Pirlo.

Saya mengambil contoh di leg pertama tanggal 3 April 2013 di Allianz Arena, kandang Munchen, Juventus takluk 2 gol tanpa balas oleh satu gol kejutan Alaba 30 detik setelah dimulainya pertandingan dan gol kedua oleh Muller. Selain pressing dan �mematikan� Pirlo, serangan Munchen dari sayap yang gencar dilakukan, merepotkan Juventus karena kedua bek sayap mereka juga otomatis tidak banyak membantu serangan karena berhati-hati Ribery dan Robben. Dua orang inverted winger yang selalu menebar ancaman buat lawan-lawannya dengan kemampuan yang sulit dibaca, karena mereka diberikan peranan free role oleh Heynckes untuk menusuk kedalam pertahanan lawan. Selain duet Robery yang dimiliki Munchen, kedua fullback mereka juga seringkali membantu serangan, Lahm dan Alaba, dan ini membuat Juventus semakin tertekan dan kesulitan mencetak gol. Dan di leg kedua pada tanggal 12 April 2013, skor yang sama terulang kembali dan Juventus buntu dalam mencetak gol ke gawang Munchen.

Kedua hasil ini menjadi catatan Antonio Conte serta pertanyaan dari beberapa pengamat, �efektifkah formasi 3 bek di kompetisi Eropa?� dan jawaban dari pertanyaan ini akan selalu menjadi acuan Conte untuk diterapkan. Lalu bagaimana di kompetisi lokal? Pasca datangnya sejumlah pemain seperti Asamoah (Udinese), Isla (Udinese), Pogba (Man United), Giovinco (Parma) etc, Conte semakin leluasa menerapkan dan menguji beberapa taktiknya, meskipun pada musim ini rekor tidak terkalahkan mereka terhenti oleh Inter Milan, namun Juventus tetap menunjukkan mentalitas juara mereka dengan kembali merebut Scudetto dua musim beruntun.

[imagetag]

Antonio Conte tetap menetapkan formasi 3-5-2 yang dimodifikasikan menjadi pola 3-5-1-1 yang menempatkan Marchisio dibelakang penyerang tunggal, pola yang baru digunakan musim ini. Pola ini (Gambar 2.1) digunakan untuk memaksimalkan potensi Pogba yang tampil impresif pada musim awalnya di Juventus, tetap mengandalkan Buffon di belakang Chiellini, Bonucci, dan Barzagli dalam formasinya. Di tengah perubahan di bek sayap kiri yang menjadi pesaing Giacherrini juga De Ceglie, pemain yang baru didatangkan dari Udinese, Asamoah menjadi pilihan di lini ini karena kemampuannya membaca situasi dan pandai menempatkan diri saat bertahan maupun menyerang. Serta memiliki kemampuan dribel bola dan dapat menusuk kedalam kotak pertahanan lawan, selain Asamoah, jika Marchisio ditempatkan dibelakang penyerang utama, posisi di lini tengah berdampingan dengan Vidal dan Pirlo, ditempati oleh Pogba.

Pogba yang digadang-gadang menjadi the next Vieira Perancis, bermain baik saat menyerang dan bertahan, ketika bertahan pandai membaca alur serangan lawan dan ketika menyerang dapat melakukan tendangan jarak jauh serta menusuk ke pertahanan lawan. Selain bertipikal busy and box to box player, Pogba juga memiliki kemampuan mendribel bola. Dengan kemampuan yang dimiliki menjadikannya pemain berpotensi yang akan menjadi bintang kedepannya, dengan penampilan impresifnya musim 2012-2013, Pogba membawa Perancis U-21 menjadi juara sekaligus menjadi pemain terbaik (sumber : UEFA.com). Dan Marchisio dalam formasi ini menjalankan peranan sebagai �false 9� yang bergerak dari lini kedua dan menusuk ke dalam kotak penalti lawan, keuntungan dalam formasi ini adalah bertambah kuatnya lini tengah karena Marchisio tidak selalu berada di depan dan memulai serangan dari lini kedua. Conte menyadari kualitas yang dimiliki klubnya di lini tengah dengan banyaknya pemain-pemain berkualitas sehingga melakukan eksperimen ini, juga sekaligus menutupi kekurangan lini depan yang tidak banyak mencetak gol *gol terbanyak musim ini adalah Vidal dengan 15 golnya (sumber : Juventus.com). Sedangkan gol liga terbanyak Juventus dipegang oleh Vidal dan Vucinic, namun tetap dipertanyakan lini depan Juventus karena untuk ukuran seorang penyerang, 10 gol untuk satu musim penuh itu sedikit, sebaliknya untuk gelandang seperti Vidal yang mencetak 10 gol.

[imagetag]

Kemudian dalam formasi 3-5-2 tanpa Marchisio dibelakang penyerang utama (gambar 2.2), Giovinco yang kembali didatangkan dari Parma menjadi opsi pertama berdampingan dengan Vucinic ataupun Matri. Pergerakannya yang lihai serta kemampuan dribel serta eksekusi bola matinya mengingatkan Juventini pada sosok Del Piero ketika dalam performa terbaiknya, selain dibelakang penyerang, Giovinco juga dapat menjadi trequartista atau penyerang lubang.

Perbedaan formasi antara musim 2011-2012 dan musim 2012-2013 ada pada modifikasi yang dilakukan Conte serta pemain-pemain yang baru didatangkan, selain modifikasi, Conte juga menjadikan kegagalannya di zona Eropa sebagai acuan untuk mengarungi musim yang sedang berjalan (musim 2013-2014). Sekedar catatan, Juventus terhitung baik setelah beberapa musim tidak bermain di liga champion dan musim lalu menembus hingga perempat final, serta sebagai penghibur lara Juventini, kalahnya pun oleh juara yang sedang dalam puncak performanya yang juga meraih treble winner, Bayern Munchen. Kelemahan mereka musim lalu ada lini depan, tidak banyaknya lini ini mencetak gol sampai mereka mendatangkan penyerang yang jauh dari Cina namun lama malang melintang di Eropa, Nicolas Anelka.



Sumber: Gudang artikel unik http://gudang-artikel-unik2.blogspot.com/2013/09/kupas-tuntas-formasi-3-bek-yang-kembali.html